Friday, 18 October 2013
Tips Menjadi Guru Kaya
Tips Menjadi Guru Kaya
Kalau kita bicara guru, yang terbayang di depan kita adalah gambaran
seperti Oemar Bakrie yang dinyanyikan Iwan Fals. Bersepeda ke sekolah,
dengan pakaian sederhana, dan untuk mencukupi kebutuhan sehari-haripun
masih kurang. Gambaran itupun sekarang ini masih relevan di mana masih
banyak guru-guru honorer yang penghasilannya setiap bulan masih jauh
dari kata mencukupi.
Simak saja pengalaman Hendra, bukan nama sebenarnya, seorang guru
yang setelah mengajar harus menjadi tukang ojek agar bisa memenuhi
kebutuhan sehari-harinya. Pengalaman lain yang jelas nyata adalah ibu
Musrifah dalam Laskar Pelangi, guru desa yang dibayar dengan beras, yang
harus menerima jahitan agar bisa menambah penghasilannya.
Kondisi miris semacam itu memang mengenaskan. Dan celakanya, kondisi
itu seakan sudah menjadi “takdir” dan gambaran umum yang harus diterima
begitu saja bahwa dengan menjadi seorang guru, maka siap-siaplah untuk
hidup susah karena penghasilannya kurang.
Kabar baiknya, dengan program pemerintah melalui sertifikasi guru,
sekarang ini guru-guru yang sudah menjadi pegawai negeri (PNS) relative
jauh lebih meningkat penghasilan dan kesejahterannya secara signifikan.
Di Jakarta misalnya, seorang guru yang sudah memiliki sertifikat guru,
bisa mendapatkan penghasilan bulanan kurang lebih Rp 5 juta, sebuah
angka yang mencukupi untuk hidup layak di Jakarta.
Paradigma yang sudah berlangsung lama ini, diwariskan lagi kepada
generasi mahasiswa calon-calon guru, yang akhirnya membentuk paradigma
bersama bahwa profesi guru tidak bisa menjadikan kita kaya. Menurut
saya, saatnya sekarang ini melakukan revisi dan mengubah paradigma
tersebut, karena kaya atau miskin bukanlah masalah profesi.
Profesi bukanlah satu-satunya faktor yang membuat kita menjadi miskin
atau kaya. Faktor yang lebih penting adalah tentang cara kita mengatur
penghasilan dan pengeluaran. Jika bisa mengelola penghasilan dan
pengeluaran dengan baik, menjadi kaya, itu adalah hak siapa saja dengan
profesi apa saja, termasuk guru.
Pertanyaannya kemudian, apakah menjadi kaya itu penting bagi seorang
guru? Jawaban saya, tentu saja penting. Uang memang bukan segala-galanya
di dunia ini. Tetapi uang adalah salah satu modal penting untuk
meningkatkan kualitas hidup pribadi, keluarga, masyarakat, dan bangsa
serta Negara secara umum.
Seorang guru yang tercukupi kesejahteraan hidupnya, akan lebih mudah
untuk bekerja sebagai guru secara profesional. Ia tidak lagi berpikir
bagaimana menghidupi keluarganya, sehingga acap meninggalkan tugas-tugas
yang harus dilakukannya sebagai seorang guru. Seorang guru yang
tercukupi kesejahterannya akan lebih mudah untuk mencurahkan segenap
waktunya untuk kepentingan persiapan proses belajar mengajar secara
lebih baik.
Berikut ini beberapa langkah yang bisa kita lakukan untuk menyiapkan diri kita menjadi guru kaya:
Pertama, kelola gaya hidup. Salah
satu hal yang menjadi kunci keberhasilan seseorang dalam mengelola
penghasilan adalah bagaimana ia mampu mengelola gaya hidup. Gaya hidup
adalah mengenai cara kita menghabiskan uang dan waktu. Terdapat
perbedaan penting antara “kebutuhan” dan “keinginan”. Kita harus mampu
mengetahui perbedaan antara kebutuhan dan keinginan ini agar kita tidak
terjebak untuk selalu memenuhi keinginan hidup yang memang tidak akan
ada habisnya.
Dalam sehari-hari, kita butuh untuk makan. Kebutuhan makan ini bisa
kita penuhi dengan membeli makanan yang memang dibutuhkan ataupun kita
memenuhi keinginan kita untuk selalu makan enak di restaurant, makan
penuh gengsi di café-café, dan berbagai makanan lain yang berharga
mahal.
Contoh lain adalah tas kerja. Tas kerja adalah kebutuhan sehingga
kita harus membeli. Tetapi apakah kita harus mengikuti keinginan kita
untuk membeli tas kerja yang bermerek, kalau bisa mereknya luar negeri,
itu merupakan keinginan yang tidak akan berhenti karena tidak ada
batasnya.
Demikian juga dengan baju yang kita pakai. Baju adalah kebutuhan yang
harus kita beli. Tetapi apakah kita juga mesti memenuhi keinginan kita
untuk membeli baju-baju bermerek yang mahal harganya sekedar membikin
decak kagum orang-orang di sekitar kita?
Handphone sebagai alat komunikasi adalah kebutuhan. Tetapi mesti
dipikirkan ulang, apakah mempunyai handphone mahal merupakan kebutuhan,
ataupun sekedar keinginan kita agar bisa bergaya di depan teman-teman?
Dengan mengetahui perbedaan antara kebutuhan dan keinginan ini, akan
lebih mudah bagi kita untuk mengontrol barang-barang yang kita beli.
Sebelum kita memutuskan membeli sesuatu, pertanyaan pertama yang
terbersit kemudian adalah; apakah membeli produk ini, dengan merek ini,
dengan harga segini, adalah kebutuhan atau keinginan? Tanyakan itu
kepada nurani sehingga kita bisa mengelola nafsu konsumtif kita
masing-masing agar tidak selalu membelenggu.
Kedua, harus ada penghasilan tetap. Berapapun
besarnya, penghasilan tetap haruslah ada. Dengan penghasilan tetap ini,
setidaknya akan memudahkan kita dalam mengelola keuangan keluarga.
Jadikan penghasilan tetap ini sebagai dasar perencanaan pengeluaran
setiap bulannya.
Penghasilan tetap ini harus dikelola dengan sebaik-baiknya, dan
digunakan terutama untuk memenuhi kebutuhan utama. Idealnya, setiap
bulannya kita memiliki level aman penghasilan di mana kebutuhan
sehari-hari kita bisa terpenuhi. Jika penghasilan tetap kita tidak
memenuhi, langkah selanjutnya adalah bagaimana membuka berbagai
kemungkinan untuk mendapatkan penghasilan tambahan dari sumber-sumber
lain.
Ketiga, buka kemungkinan mendapatkan penghasilan lain.
Tidak ada larangan sama sekali bagi guru untuk mendapatkan penghasilan
lain di luar profesi yang sudah dijalani. Banyak potensi yang bisa
dikembangkan melalui upaya, kerja keras serta kreativitas dalam
mengembangkan berbagai ide yang ada.
Akan jauh lebih baik jika potensi yang dikembangkan adalah yang
terkait dengan profesi keguruan. Keterampilan menulis adalah salah satu
keterampilan komplementer dari seorang guru yang sangat menunjang
peningkatan prestasi kerja. Seorang guru mendapatkan penghasilan
tambahan dari menulis artikel di media massa dan juga menulis buku-buku,
baik yang terkait dengan materi pengajaran maupun buku-buku umum. Di
samping itu, karya-karya yang sudah dipublikasikan inipun bisa menjadi
salah satu poin penting untuk program sertifikasi guru.
Menjadi peneliti bidang pendidikan juga adalah kegiatan lain yang
memungkinkan. Selain itu, pengalaman dalam melakukan proses belajar
mengajar bisa dibagikan kepada orang lain dengan menjadi instruktur
pelatihan.
Dengan mengembangkan berbagai potensi yang terkait dengan profesi
keguruan, akan sejalan dengan program pengembangan diri yang kita
canangkan sekaligus membuka kemungkinan mendapatkan penghasilan lain
yang bisa jadi bisa berkembang jauh lebih besar.
Menulis buku misalnya, dengan royalty sekitar 10%, jika buku kita
dijual dengan harga Rp 50.000, maka dari setiap buku pengarang akan
mendapatkan Rp 5.000. Jika satu buku bisa terjual 10.000 eksemplar, maka
royalty yang diterima pengarang adalah Rp 50 Juta. Itu baru dari satu
buku. Jika kita bisa cukup produktif mengarang banyak buku, akan lebih
banyak lagi potensi penghasilan yang kita dapatkan.
Gambaran di atas adalah berbagai contoh mengembangkan potensi yang
terkait dengan profesi keguruan. Dan jika kita merasa bahwa potensi kita
di luar profesi keguruan cukup bisa dikembangkan, maka tidak ada
salahnya mengembangkan berbagai bisnis dan usaha lain di luar profesi
menjadi guru. Dan usaha yang dijalankan ini bisa berbagai bentuk
sebagaimana bisnis lain secara umum. Tinggal bagaimana mengelola waktu
agar tercipta keseimbangan antara tugas-tugas sebagai guru dan juga
tugas-tugas “tambahan” di luar profesi guru tersebut.
Keempat, disiplin mengelola pengeluaran. Ada dua hal
yang bisa dilakukan agar kita menjadi sukses secara keuangan, yaitu
menambah penghasilan dan mengelola pengeluaran. Pengeluaran harus
dikelola karena di sinilah sisi lain yang terkadang mengalami kebocoran.
Tanpa pengelolaan pengeluaran yang baik, berapapun penghasilan yang
kita terima akan habis begitu saja.
Karena itulah, perlu adanya perencanaan pengeluaran setiap bulannya.
Menurut Ligwina Hananto, ahli perencana keuangan menyebutkan, selain
untuk kebutuhan sehari-hari, keluarkanlah 30% setiap bulannya untuk
kepentingan menabung dan investasi. Mungkin, salah satu disiplin yang
sangat sulit kita jalankan adalah disiplin untuk menabung semacam ini.
Selalu saja ada godaan untuk menghabiskan penghasilan bulanan kita untuk
berbagai keperluan dan keinginan yang terkadang sebenarnya tidak
menjadi kebutuhan. Dengan menabung dan berinvestasi, akan memudahkan
kita dalam mengelola keuangan keluarga di masa mendatang.
Lantas, bolehkah kita berhutang? Boleh saja, akan tetapi,
prosentasenya tidak boleh lebih dari 30% penghasilan bulanan. Disiplin
untuk mengelola hutang ini juga penting, agar kita tidak terjebak
penghasilan kita hanya untuk membayar hutang-hutang seumur hidup.
Menurut Safir Senduk, seorang perencana keuangan keluarga yang lain,
strategi agar kita konsisten dalam menabung adalah, jangan menghitung
pengeluaran untuk menabung setelah menyelesaikan perhitungan untuk
pengeluaran utama. Jadikan dulu menabung sebagai salah satu item yang
harus dikeluarkan bersama item-item wajib yang lain, sehingga menabung
tidak lagi merupakan sisa-sisa dari penghasilan yang ada, tetapi
merupakan salah satu item wajib yang harus dikeluarkan.
Contoh, penghasilan Rp 1 Juta. Biasanya kita menghitung untuk makan
dan biaya lain-lain dulu, misalnya sebesar Rp 900.000, baru sisanya kita
gunakan untuk menabung. Tetapi ini dibalik. Masukkan 30% untuk menabung
ini dalam pengeluaran. Jika kurang, maka harus ada pengeluaran lain
yang dikurangi. Dengan demikian, menabung akan terus menjadi prioritas
utama saat kita membicarakan pengeluaran.
Kelima, untuk Anda umat Islam, jangan lupa bayar zakat dan bersedekah.
Karena salah satu cara untuk mendapatkan penghasilan lebih besar adalah
dengan bersedekah. Ust Yusuf Mansur sudah membuktikan berkali-kali
bahwa jika kita ingin mendapatkan penghasilan lebih besar atau uang
lebih banyak, bersedekahlah lebih besar.
Mungkin hal ini sekilas terlihat di luar logika manusia, tetapi hal
itu sudah ditegaskan baik dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadis bahwa jika
kita memberi sesuatu, Allah akan membalasnya berkali-kali lipat.
Keyakinan akan hal ini menjadi penting agar rezeki yang kita terima
membawa berkah dan manfaat bagi kehidupan kita sekarang dan di masa
mendatang.
Dari berbagai penjelasan di atas, untuk bisa menjadi kaya, seorang
guru perlu mengubah paradigma yang selama ini berkembang bahwa sulit
bagi guru untuk bisa menjadi kaya. Dengan mengubah paradigma semacam
itu, akan timbul sikap mental yang posifit terhadap pekerjaan sebagai
seorang guru.
Setelah itu, kelola penghasilan utama, dan buka kemungkinan untuk
mendapatkan penghasilan lain. Dengan mengelola gaya hidup sesuai
kebutuhan, akan membuat kita mampu mengelola pengeluaran dengan baik.
Pada akhirnya, akan kembali kepada kita kemudian, jika ingin penghasilan
dan kesejahteraan bertambah, tentu harus kerja keras untuk mencapai itu
semua….
http://gurusukses.wordpress.com/2009/12/01/siapa-bilang-jadi-guru-tidak-bisa-kaya/
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment